Berbicara tentang amanah, saya langsung teringat perkataan teman saya. Teman saya mengatakan, “Bahwa jika kita berbicara mengenai amanah maka dia teringat buku Fiqh Aulawiyat karangan ulama besar saat ini Yusuf Qardhawi. Dalam buku ini dipaparkan dengan jelas tentang apa itu fiqih prioritas dan bagaimana memandang prioritas itu sendiri.” Sebagai seorang kader organisasi masa kini, dimana tuntutan organisasi lebih besar ketimbang jumlah kader yang ada, maka pemahaman aplikasi dari fiqih prioritas ini dalam kehidupan berorganisasi di kampus menjadi sebuah kebutuhan tersendiri. Yang perlu kita atur terkait manajemen amanah, adalah amanah yang dimiliki dalam satu waktu.
Diantara kita yang mempunyai kapasitas pribadi yang besar, bisa jadi memiliki amanah organisasi yang lebih banyak pula, apakah itu lebih dari 2 atau mungkin lebih dari 3. Semua itu kembali ke kapasitas pribadi masing-masing. Saya ingin menekankan pada bagian setelah ini tentang bagaimana kita memandang lebih dari satu amanah organisasi yang kita miliki?
Saudaraku, ketika kita sudah memilih dan memutuskan untuk mengambil lebih dari 1 amanah organisasi dalam satu waktu maka kita harus memikirkan konsekuensi dari keputusan kita berupa pengorbanan. Kita dituntut untuk bisa bersikap profesional dan tidak menjadikan banyak amanah sebagai alasan untuk tidak maksimal di amanah yang lain. Jika memang kita tidak sanggup untuk mengemban lebih dari satu amanah, dan kita merasa berat maka ada dua pilihan untuk kita yakni ; meningkatkan kapasitas atau melepas salah satu amanah yang ada.
Kita harus mencoba memandang rekan organisasi kita, baik pada level kepala departemen atau staff departemen bahwa ia selalu bisa bersikap profesional dan bertanggung jawab terhadap arahan dan tugas yang kita berikan. Meskipun, kita mengetahui bahwa ia juga beraktifitas di tempat lain, kita mencoba berpikir positif bahwa ia memilih banyak amanah karena mengetahui bahwa ia mempunyai kapasitas yang besar, dan kita harus selalu meyakinkan diri kita bahwa ia akan bisa menjalankan arahan dan tugas yang kita berikan dengan baik. Ketika kita berada dalam forum sebuah organisasi,
BPMU misalkan, maka kita dituntut untuk selalu 100 % untuk BPMU, sekali lagi jangan jadikan kesibukan lain kita sebagai alasan untuk tidak tuntas menjalankan amanah dengan baik. Jika itu kita lakukan maka ada dua konsekuensi yang perlu kita hadapi, yakni kita telah mengecewakan dan menzalimi saudara seperjuangan kita, serta tanggung jawab akhirat kita dengan Allah. Kita sering menemukan istilah prioritas dalam amanah yang diucapkan oleh banyak orang, sehingga ia membuat prioritas 1, prioritas 2 dan seterusnya terhadap amanah yang ia miliki saat ini. Akibatnya adalah bahwa memang amanah prioritas 1 lebih ia utamakan dan bisa berdampak pada terzaliminya amanah prioritas 2. Padahal di amanah prioritas 2 ia juga mempunyai peran yang juga diharapkan oleh kawan-kawannya yang lain. Ini adalah contoh kasus ketika amanah di pandang sebagai list prioritas secara vertikal.
Saya mencoba memandang list amanah ini secara horizontal, dimana kita memporsikan dengan seimbang dan maksimal dari sekian amanah yang kita miliki. Dampaknya adalah optimasi kinerja kita sendiri, hal ini bisa terjadi karena memang kita memandang semua amanah kita itu PENTING, dan memandang diri kita juga berperan PENTING dalam amanah ini. Adanya prioritas hanya untuk mengatasi jika ada bentrok dua amanah dalam satu waktu, akan tetapi pola penentuan prioritasnya juga tidak bisa selalu sama. Sebutlah amanah A selalu lebih penting ketimbang amanah B, akan tetapi dengan melihat kebermanfaatan anda dalam satu waktu tersebut. Sebutlah Anda mengalami bentrok jadwal antara rapat amanah B dan tanda tangan kerjasama kontrak sponsor amanah A, maka dalam kondisi ini, Anda bisa memilih amanah A dimana tanda tangan Anda tidak bisa diwakili, sedangkan rapat bisa didelegasikan dengan arahan yang jelas. Dalam kondisi lain antara amanah A dan B bisa berubah prioritasnya, tergantung keadaan.
Disinilah kemampuan delegasi dan percaya pada rekan kerja menjadi sangat penting, kita bisa mulai belajar untuk memberikan kepercayaan kita ke rekan kerja untuk menjalankan peran kita sementara kita mengerjakan yang lain, dengan catatan, ada arahan dan bekal yang jelas. Jika semua bisa disampaikan dengan baik, maka menurut saya masalah keterbengkalaian amanah dapat diminimalisirkan. Selain itu, kita juga perlu mengumpulkan keberanian kita untuk mengatakan TIDAK kepada seorang yang akan memberikan amanah tambahan jika kita merasa sudah tidak mampu. Lebih baik tidak usah berjanji untuk bersedia menjalankan amanah ketimbang mengecewakan dan menzalimi saudara kita di kemudian hari.
Penerapan manajemen prioritas ini bukan tanpa kendala, biasanya sering menghadapi masalah yang berasal dari diri sendiri, seperti merasa tidak enak dengan rekan kerja, ambisi pribadi, ego dan emosi yang diturutkan, dan kegagalan manajemen waktu. Kendala lain dari sisi eksternal adalah kondisi force majeur yang tidak pernah diduga, dan tekanan kader lain terhadap diri kita.
Berpeganglah pada keyakinan terhadap kapasitas pribadi, ketika kita sudah bisa mengukur kapasitas pribadi, dan memiliki manajemen waktu yang baik, maka amanah yang kita emban seperti di BPMU ini akan bisa kita pertanggungjawabkan dengan baik di dunia dan akhirat.
With Rifki dalam bukuku BEGINNING TO UNDERSTAND
Tidak ada komentar:
Posting Komentar