Selasa, 27 Juli 2010

Sirah Nabawiyah Marhalah Makkiyah

Jika kita membaca, mengenang sirah nabawiyah akan membangkitkan ghiroh kita untuk terus berada di jalan ini(dakwah-red), liku-liku perjuangan Rasulullah, keindahan akhlah Rasul yang seperti Al-Quran, suritauladan yang akan mengajari bagaimana cara kita mendekatkan diri kepada Sang Pencipta diri ini yaitu Rob semesta alam.
Perjalanan rasulullah bagaikan lautan yang luas membentang, dengan kebeningan airnya yang kebiru-biruan. Tiada mata yang bosan memandang, tiada hati yang jemu untuk menikmatinya, tiada berhenti orang menyelaminya. Di sana tersimpan pesona yang sungguh luarbiasa, pesona yang alami nan abadi, karena sosok Rasulullah SAW adalah pesona sepanjang masa.

Rasulullah berdakwah adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, “Diriwayatkan dari Abi Hurairah, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” (HR Ahmad).
Rasulullah dilahirkan pada senin pagi tanggal 9 Rabiul’Awwal, permulaan tahun dari perang gajah. Setelah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu maka secara resmi dia telah diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT, beliau mempunyai kewajiban untuk membina umat yang berada dalam kesesatan untuk menuju jalan yang lurus. Dakwah Nabi Muhammad dimulai dari wilayah Mekkah di jazirah Arab, walaupun akhirnya ajaran beliau untuk seluruh umat manusia. Sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW, Allah SWT telah mengutus Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. untuk mengajak masyarakat Mekkah di Jazirah Arab untuk beriman dan mentauhidkan Allah. Kedua Rasul ini berhasil membina dan mengajak masyarakat Mekkah untuk menyembah Allah SWT,dan mereka diperintahkan oleh Allah untuk membangun Ka’bah di Mekkah. Namuin dengan berjalannya waktu keimanan masyarakat Mekkah luntur berubah menjadi kemusyrikan dengan menyembah patung dan berhala. Mereka tidak hanya mengalami kerusakan dalam hal aqidah, bahkan akhlaknya juga rusak.
Sejak kecil Nabi Muhammad SAW sudah ditinggal oleh orang-orang yang dicintainya. Ayahnya Abdullah meninggal saat Beliau dalam kandungan, Ibunya Aminah meninggal dunia di Abwa saat perjalanan pulang dari makam suaminya, Kakenya Abdul Muthalib meninggal dunia di Mekkah saat Nabi Muhammad SAW berusia delapan tahun. Namun sungguh Nabi Muhammad adalah manusia yang sabar dan tabah dalam menghadapi ujian-ujian yang diberikan oleh Allah SWT, Dialah manusia agung manusia yang sempurna yang sangat luar biasa, semenjak kecil dikenal oleh masyarakat sebagai orang yang sangat mulia akhlaknya, Penampilannya pun sederhana, bersahaja, dan berwibawa, Ia juga dikenal sebagai orang yang jujur dalam setiap perkataan maupun perbuatan.
Dengan sifatnya yang demikian itu tidak heran bila Khadijah, majikannya menaruh simpati kepadanya. Akhirnya Muhammad dan Khadijah menikah
menjadi sepasang suami istri yang sangat setia dan memiliki anak-anak yang shalih.
Nabi Muhammad mendapat kurnia Allah SWT dalam perkawinannya dengan Khadijah, mereka berada dalam kedudukan yang tinggi dan harta yang banyak. Semua itu tidak mengurangi sosialisasi dengan penduduk Makkah baik yang kaya maupun yang miskin. Setelah menikah dengan Khadijah ia lebih dihormati di tengah-tengah masyarakat. Bila ada yang mengajaknya bicara ia mendengarkan dan memperhatikannya tanpa menoleh kepada orang lain. Perilakunya yang demikian sangat berbeda dengan kebanyakan orang Makkah yang menjadi sombong dan congkak ketika dihormati, dan marah-marah ketika merasa tidak dihormati. Setiap bertemu orang Muhammad selalu tersenyum. Pada saat-saat tertentu juga bercanda dan terkadang tertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila ia marah tidak pernah sampai tampak kemarahannya, hanya antara kedua keningnya tampak sedikit berkeringat, hal ini disebabkan ia menahan rasa amarah dan tidak mau menampakkannya keluar. Semua itu terbawa oleh kodratnya yang selalu lapang dada, berkemauan baik dan menghargai orang lain. Ia Bijaksana, murah hati dan mudah bergaul. Tapi ia juga mempunyai tujuan pasti, berkemauan kuat, tegas dan tak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Bagi orang yang melihatnya tiba-tiba, sekaligus akan timbul rasa hormat, dan bagi orang yang terbiasa bergaul dengannya akan timbul rasa cinta kepadanya.
Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir besar dari gunung kemudian menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang memang sudah rapuh. Sebelum itupun masyarakat suku Quraisy memang sudah memikirkannya. Hanya saja masyarakat suku Quraisy merasa takut kalau bangunannya diperkuat, pintunya ditinggikan dan diberi atap, dewa Ka’bah yang suci itu akan menurunkan bencana kepada mereka. Sepanjang zaman Jahiliyyah keadaan mereka diliputi oleh berbagai macam legenda yang mengancam bagi siapapun yang berani mengadakan sesuatu perubahan terhadap Ka’bah. Dengan demikian perbuatan itu dianggap tidak umum.
Tetapi sesudah mengalami bencana banjir tindakan demikian itu adalah suatu keharusan, walaupun masih diliputi rasa takut dan ragu-ragu. Bertepatan dengan kejadian itu, kapal milik seorang pedagang Romawi bernama Baqum yang datang dari Mesir terhempas di laut dan pecah. Sebenarnya Baqum adalah seorang ahli bangunan yang mengetahui masalah perdagangan. Sesudah suku Quraisy mengetahui hal ini, maka berangkatlah al-Walid bin al-Mughira dengan beberapa orang dari Quraisy ke Jeddah menemui Baqum. Kapal itu kemudian dibelinya, kemudian diajaknya berunding supaya sama-sama datang ke Makkah guna membantu mereka membangun Ka’bah kembali. Baqum menyetujui permintaan itu. Pada waktu itu di Makkah ada seorang Kopti yang mempunyai keahlian sebagai tukang kayu. Persetujuan tercapai bahwa diapun akan bekerja dengan mendapat bantuan Baqum.
Sudut-sudut Ka’bah oleh suku Quraisy dibagi empat bagian tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali. Sebelum bertindak melakukan perombakan itu mereka masih ragu-ragu dan khawatir akan mendapat bencana. Kemudian al-Walid bin al-Mughira tampil ke depan dengan merasa sedikit takut. Setelah berdoa kepada dewa-dewanya, ia mulai merombak bagian sudut selatan. Orang-orang menunggu apa yang akan dilakukan Tuhan terhadap al-Walid. Tetapi setelah sampai pagi hari tak terjadi apa-apa, mereka pun beramai-ramai merombaknya dan memindahkan batu-batu yang ada. Muhammad pun ikut dalam kerja bakti itu.

Sesudah bangunan itu setinggi orang berdiri dan tiba saatnya meletakkan Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan Quraisy, siapa yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Demikian memuncaknya perselisihan itu sehingga hampir saja timbul perang saudara. Keluarga Abdud Dar dan keluarga ‘Adi bersepakat takkan membiarkan kabilah yang manapun campur tangan dalam kehormatan yang besar ini. Untuk itu mereka mengangkat sumpah bersama. Keluarga Abdud Dar membawa sebuah baki berisi darah. Tangan mereka dimasukkan ke dalam baki itu guna memperkuat sumpah mereka. Karena itu lalu diberi nama La’aqatud Dam, yakni ‘jilatan darah’.
Abu Umayyah bin al-Mughira dari Bani Makhzum, adalah orang yang tertua di antara mereka. Ia dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan serupa itu ia berkata kepada mereka: “Serahkanlah putusan kamu ini di tangan orang yang pertama sekali memasuki pintu Shafa ini.”
Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru: “Ini al-Amin (orang yang terpercaya) ; kami dapat menerima keputusannya.” Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada Muhammad. Iapun mendengarkan dan sudah melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan itu. Ia berpikir sebentar, lalu katanya: “Kemarikan sehelai kain,” katanya. Setelah kain dibawakan dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya dengan tangannya sendiri, kemudian katanya; “Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini.” Mereka bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan. Lalu Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan meletakkannya di tempatnya. Dengan demikian perselisihan itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan. Kejadian itu terjadi pada saat umur Nabi Muhammad 35 tahun.
Selagi Usia Rasulullah SAW hampir 40 tahun, hal yang paling disukainya adalah menyendiri di gua Hira di Jabal Nur, yang jaraknya kira-kira dua mil dari Mekkah. Selama bulan Ramadhan beliau berada di gua Hira. Beliau menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah, memikirkan keagungan alam semesta dan kekuatan yang tak terhingga di balik alam ini, Ia merenung untuk mencari jawaban mengenai perilaku masyarakat Mekkah. Apa yang disajikan sebagai kurban-kurban untuk tuhan-tuhan mereka itu, bukanlah sesuatu yang dapat dibenarkan menurut rasio dan nurani yang jernih. Berhala-berhala yang tidak berguna, tidak menciptakan dan tidak pula mendatangkan rejeki, tak dapat memberi perlindungan kepada siapapun yang ditimpa bahaya tidak selayaknya dipuja dan disembah. Hubal, Lata dan ‘Uzza, dan semua patung-patung dan berhala-berhala yang terpancang di dalam dan di sekitar Ka’bah, tak pernah menciptakan seekor lalat sekalipun, atau akan mendatangkan suatu kebaikan bagi Makkah. Ketika itulah beliau menyadari bahwa masyarakat Mekkah sudah tersesat, sudah jauh dari kebenaran.Kebenaran itu ialah Allah, Pencipta alam semesta, tiada ada Tuhan selain Dia. Kebenaran itu ialah Allah Pemelihara semesta alam. Dialah Maha Rahman dan Maha Rahim.
Gua Hira di Jabal NurGua Hira di Jabal Nur
Tatkala nabi Muhammad berada di gua Hira, ketika itulah datang malaikat Jibril membawa sehelai lembaran seraya berkata kepadanya: “Bacalah!” Dengan terkejut Muhammad menjawab: “Saya tak dapat membaca”. Ia merasa seolah malaikat itu mencekiknya, kemudian dilepaskan lagi seraya katanya lagi: “Bacalah!” Masih dalam ketakutan akan dicekik lagi Muhammad menjawab: “Apa yang akan saya baca.” Seterusnya malaikat itu berkata: “Bacalah! Dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan Pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya …” Lalu ia mengucapkan bacaan itu. Malaikatpun pergi, setelah kata-kata itu terpateri dalam kalbunya.
Setelah menerima wahyu yang pertama itu maka Nabi Muhammad menjadi utusan Allah yang berkewajiban menyampaikan ajaran Allah kepada semua Umat manusia. Nabi Nuhammad mengajarkan suatu agama yang sangat luar biasa, agama yang mengajarkan persamaan hak, agama yang mengajarkan kemulian tidak terletak pada banyaknya harta, tingginya kedudukan, indahnya tubuh, bagusnya keturunan, kuatnya otot. Kemuliaan manusia terletak pada ketaatannya kepada Allah SWT dan kemuliaan akhlaknya, baik berupa sikap, perkataan, maupun perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal ketika itu masayarakat Arab sangat menonjolkan keturunan dan sukunya. Mereka sering berselisih, bertengkar bahkan berperang agar sukunya menjadi yang paling terhormat diantara yang lain. Mereka juga sangat membanggakan harta dan kedudukan. Semakin banyak harta dan memiliki banyak budak, maka mereka merasa menjadi mulia. Setelah menjadi rasul, Nabi Muhammad SAW memberikan ajaran yang sangat mulia bahwa sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Padahal perilaku masyarakat Quraisy saat itu seringkali menyengsarakan orang lain,, mereka semena-mena terhadap orang-orang miskin apalagi terhadap budak-budak mereka. Betapa beratnya tugas Nabi Muhammad SAW untuk membina manusia agar berakhlak mulia ketika kondisi akhlaknya sudah buruk. Namun semua itu dilakukan beliau dengan penuh kesabaran dan dengan cara memberi teladan.
Bagi orang-orang yang merasakan bahwa kehidupan para pembesar dan bangsawan Makkah yang sudah sesat dan keterlaluan, namun mereka tidak mampu berbuat apa-apa, maka kehadiran Nabi Muhammad saw. seperti seteguk air saat mereka merasakan dahaga yang sudah sangat lama. Nabi Muhammad saw. mengajarkan tentang persamaan derajat manusia. Nabi Muhammad saw. juga mengajarkan agar penyelesaian masalah tidak boleh dilakukan dengan cara kekerasan, namun harus dilakukan dengan cara-cara yang damai dan beradab. Hal ini tercermin dalam tindakan Nabi Muhammad ketika mendamaikan masyarakat Makkah saat akan meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya.
Rasulullah berdakwah dalam menyebarkan Islam dimulai dari orang yang paling dekat dengan beliau, anggota keluarga, sahabat karib. Itupun dilakukan secara sembunyi-sembunyi di rumah salah satu sahabat yang bernama Al Arqom bin Abil Arqom bin Makhzumi. Kurang lebih tiga tahun ada 39 orang yang menyatakan iman dan Islam, semuanya dari kerabat dekat dan sahabat-sahabat yang lain. Di antara kerabat dekat yang masuk Islam waktu itu antara lain Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Zaid bin Haritsah. Khadijah, istri nabi, orang yang cukup terpandang dan kaya raya. Abu Bakar, seorang dermawan yang kaya raya. Ali bin Abi Tholib, seorang pemuda yang cukup cerdas dan dihormati. Dengan masuk Islamnya orang-orang tersebut membawa pengaruh besar pada dakwah nabi sampai masa berikutnya. Karena orang-orang tersebut cukup dihormati di kalangan orang-orang Quraisy.
Di antara sahabat yang menyusul masuk Islam antara lain Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, Fatimah binti Khatab serta suaminya (Said bin Zaid), Arqam bin Abil Arqam, Thalhah bin Ubaidillah. Mereka termasuk “Assabiqunal Awwalun”, yakni orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Dakwah secara terang-terangan yang dilakukan Nabi Muhammad saw. mendapat reaksi cukup keras dari para pemuka dan tokoh Quraisy, antara lain Abu Lahab (Abdul Uzza), Abu Jahal, Umar ibnu Khatab (sebelum masuk Islam), Uqbah bin Abi Muatih, Aswad bin Abdi Jaghuts, Hakam bin Abil Ash, Abu Sufyan bin Harb (sebelum masuk Islam), Ummu Jamil (istri Abu Lahab). Reaksi keras yang dilakukan oleh para tokoh Quraisy tersebut antara lain berupa ejekan, hinaan, hasutan, ancaman, dan penganiayaan secara fisik. Hal yang sama juga dilakukan kepada orang-orang Quraisy sendiri, agar tidak mengikuti seruan Nabi Muhammad. Namun, Rasulullah tetap tabah dan sabar, dakwah pun tetap dijalankan. Bahkan semakin terang-terangan dan meluas ke wilayah lain.
Rasulullah (The Zikr)
Rasulullah dalam mengenangmu
Kami susuri lembaran sirahmu
Pahit getir perjuanganmu
Membawa cahaya kebenaran
Engkau taburkan pengorbananmu
Untuk umat mu yang tercinta
Biar terpaksa tempuh derita
Cekalnya hatimu menempuh ranjaunya
Tak terjangkau tinggi pekertimu
Tidak tergambar indahnya akhlak mu
Tidak terbalas segala jasa mu
Sesungguhnya engkau rasul mulia
Tabahnya hatimu menempuh dugaan
Mengajar erti kesabaran
Menjulang panji kemenangan
Terukir nama mu di dalam Al Quran
Rasulullah kami ummatmu
Walau tak pernah melihat wajah mu
Kami cuba mengingatimu
Dan kami cuba mengamalsunnah mu
Kami sambung perjuanganmu
Walau kami dicaci dihina
Tapi kami tak pernah kecewa
Allah dan rasul sebagai pembela

Tidak ada komentar:

Posting Komentar